Jangan Takut Gagal UN
UJIAN nasional (unas) sepertinya menjadi beban
berat bagi para siswa, guru, dan orang tua. Namun, menurut Guru Besar
Universitas Negeri Surabaya Prof Dr Muchlas Samani, seharusnya semua yang
terlibat dalam dunia pendidikan mengetahui bahwa unas itu pasti ada dan jangan
takut gagal. Berikut wawancaranya.
Menurut Anda, mengapa ujian nasional sering tampak menakutkan di mata siswa, guru, dan orang tua? Sebab, mereka belum siap menghadapi unas. Padahal, semua juga tahu bahwa unas macam itu adalah hal yang pasti dalam proses pembelajaran.
Seharusnya, sejak awal, dari kelas satu, guru mengenalkan kepada siswa tentang pentingnya unas. Caranya, ujian-ujian atau ulangan harian atau semester diposisikan sebagai suatu hal yang tak kalah penting. Dengan demikian, siswa tidak meremehkan. Siswa juga merasa bertanggung jawab untuk menjadi baik di tiap ujian atau ulangan tersebut. Karena itu, mereka tidak kaget ketika harus ditekan dengan tuntutan unas. Di sisi lain, orang tua mesti mendukung langkah guru tersebut.
Menurut Anda, mengapa ujian nasional sering tampak menakutkan di mata siswa, guru, dan orang tua? Sebab, mereka belum siap menghadapi unas. Padahal, semua juga tahu bahwa unas macam itu adalah hal yang pasti dalam proses pembelajaran.
Seharusnya, sejak awal, dari kelas satu, guru mengenalkan kepada siswa tentang pentingnya unas. Caranya, ujian-ujian atau ulangan harian atau semester diposisikan sebagai suatu hal yang tak kalah penting. Dengan demikian, siswa tidak meremehkan. Siswa juga merasa bertanggung jawab untuk menjadi baik di tiap ujian atau ulangan tersebut. Karena itu, mereka tidak kaget ketika harus ditekan dengan tuntutan unas. Di sisi lain, orang tua mesti mendukung langkah guru tersebut.
Masalah tekan-menekan, segala lini kehidupan ini
penuh dengan tekanan. Dan, tiap orang harus terbiasa dengan hal itu. Bila sudah
terbiasa, orang lebih mudah menghadapi tantangan atau tekanan yang nanti
bermuara pada kesuksesan. Kebisaan semacam itu harus dimulai sejak usia
sekolah. Di dunia kerja nanti, tekanan akan lebih berat. Siswa harus dilatih
sejak dini menghadapi tekakan dan tantangan.
Gagal dalam unas pasti sangat menyakitkan, baik
bagi siswa, guru, maupun orang tua. Bagaimana menurut Anda?
Gagal adalah salah satu proses pembelajaran.
Masalahnya, kerap kali siswa tidak dikenalkan pada kegagalan. Gagal bukanlah
akhir dunia. Yang terpenting adalah bangkit dari kegagalan. Toh, bila belum
berhasil dalam unas, masih ada kesempatan mengikuti ujian ulangan. Itu harus
dimanfaatkan. Namun, tentu kita tidak berharap gagal. Pengertian-pengertian
tentang arti gagal seharusnya terus diperkenalkan orang tua dan guru kepada
anak-anak.
Karena takut gagal, unas kerap diwarnai
ketidakjujuran, baik dari siswa, guru, maupun orang tua yang mendukung tindakan
tidak jujur itu. Bagaimana menurut Anda?
Itu problem berdampak sistemik. Tak jarang ditemui,
guru memberikan jawaban unas kepada siswa. Orang tua mendukung hal tersebut
dengan membiarkannya. Itu jelas tidak mendidik. Kadang siswa dipersilakan
saling menyontek. Berbuat tidak jujur macam itu mementahkan jiwa anak didik.
Hal tersebut bisa membuat pola pikir baru yang keliru. Ketidakjujuran dianggap
wajar karena sudah dibiarkan, bahkan didukung oleh sang guru dan orang tua.
Ketidakjujuran semacam itu dilakukan untuk mendapat
nilai baik sehingga bisa lulus unas. Kan, untuk kebaikan siswa?
Kebaikan seperti apa? Harga kejujuran itu lebih
tinggi daripada nilai mata pelajaran mana pun dan predikat lulus seperti apa
pun. Coba pilih, orang jujur tapi tidak terlalu pintar atau orang pintar tapi
tidak jujur? Pasti tiap orang lebih memilih orang jujur, tapi tidak terlalu
pintar. Sebab, kejujuran itu watak luhur yang butuh waktu untuk membentuknya.
(rio/c6/mik) Dikutip dari Jawa Pos 22 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar